Jumat, 01 Juli 2016

Petualang Cilik

Petang ini beberapa orang murid datang ke rumah. Dalam hujan mereka berkerumun di teras yang sempit, bercakap dalam bisik yang ujung - ujungnya kedengaran juga berisiknya. Seorang anak yang paling besar karena usianya pun sebetulnya telah melampaui usia SD, dikarenakan terlalu seringnya tidak naik kelas itu menghampiriku perlahan. Dia mencium tanganku dan tangan semua orang yang ada di rumah. Kemudian duduk di lantai mengikutiku. "Mau ada perlu sama ibu," ujarnya sopan.
Aku senyum-senyum saja melihat tingkahnya, karena bagiku yang dalam keseharian bersama anak itu terus, tingkahnya itu terasa janggal. "Sejak kapan dia bisa bersikap manis?" Tapi tentu tak kuutarakan. Sehabis hujan reda, segerombolan remaja tanggung itu pun meninggalkan teras rumah juga. Berboncengan mereka menuju rumah masing-masing.
Ada satu kekhawatiran sebetulnya ketika menyaksikan punggung mereka menghilang dibawa cepat larinya sepeda motor, yaitu mengenai "Akan jadi apa mereka kelak?" Cukupkah mereka menjadi apa yang dicita-citakannya saja? Cukupkah mereka hanya jadi dokter? Hanya jadi guru? Hanya jadi tentara atau polisi seperti yang selalu mereka bilang setiap kali ditanya perihal cita-cita? Ah..tentunya masa depan tak sesederhana itu.
Bukanlah dokter, guru, polisi, tentara, presiden, artis atau pun pengusaha yang akan meninggikan derajat mereka. Tentu saja bukan. Ini mengenai bagaimana caranya menjadi manusia. Menjadi dewasa melalui sebuah proses yang berupa jalan panjang yang memerlukan petunjuk. Jadi apapun mereka kelak. Mereka tak bisa berjalan sendirian, tak bisa dibiarkan memilih jalan yang tak mereka ketahui ujungnya akan sampai dimana. Mereka adalah para petualang cilik yang masih memerlukan kompas, peta, dan bahkan perbekalan yang memadai. Dalam perjalanan yang penuh dengan kesiapan itulah, mereka akan menuju puncak keberadaanya. Mereka akan memahami hakikat menjadi dewasa, dan pada akhirnya..mereka akan paham apa itu hakikat manusia.
Kitalah kompas dan peta itu. Kita pula yang akan menyediakan perbekalan buat mereka.
Kitalah..
para orang tua dan guru...

Ruang Jiwa
20 Mei pukul 22:16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah dua minggu di rumah saja

Setelah dua Minggu di rumah saja. Beberapa hari ini hujan mengguyur tak kenal ampun. Tak ada yang tahu akan seperti apa hidup ini.