Kamis, 16 Juli 2015

Dari Case HP Sampai ke Siklus Hidup

ini dia orangnya, hehehe..

“Jadi beli yang itu?” (dengan wajah ceria)
“Ya..!” (semangat)
“Warnanya?” (ingin tahu)
“Ehm..yang ini!” (antusias sambil mengambil warna abu-abu)
“Yakin?” (mengeryitkan dahi)
“Iya lah” (sangat yakin)
“Pilih yang lain deh..!” (cemberut)
“Baiklah, yang ini saja..” (tersenyum sambil mengambil yang hitam)
“Apa ga ada warna lain?” (menggerutu)
“Memangnya kenapa?” (wajah polos)
“Suram amat hidupmu..!” (setengah berteriak)
Aku hanya mengangkat bahu. Jadilah kuambil warna biru. Hasilnya, dia malah bilang..”Yah..biru lagi, biru lagi..!”
***
Itu sepotong percakapaanku dengan kawan lama yang masih kuakrabi sampai sekarang. Dia seorang single. Asli single, bukan pernah single seperti aku. Dan bisa kubilang, she’s not ordinary single girl. Kami dulu berkawan karib ketika sama-sama menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Dia satu-satunya kawan yang kesenangannya bukan shopping melulu seperti kawan-kawan yang lain. Alhasil, selama hampir tiga tahun, hanya dialah satu-satunya kawan yang tidak pernah mengeluh ketika dibawa ke perpus atau toko buku. Dia akan anteng dengan buku. Berjam-jam, bahkan bisa sampai seharian. Pernah pula kami diusir petugas perpus karena tak tahu waktu. Atau mungkin..mereka ingin cepat tiba di rumah dan sebal melihat kami yang tidak juga mau beranjak dari kursi baca meski matahari telah hampir condong ke barat.
Setelah sekian tahun..beberapa tahun terakhir ini kami sering bertemu kembali. Meski harus mencuri-curi waktu di tengah kesibukan masing-masing. Harus menunggu sampai aku libur dan dia off dinas malam. Begitulah..akhirnya kami jadi sering jalan bareng lagi meski ujung-ujungnya ke toko buku juga. Tapi perihal percakapan di atas, itu terjadi pada hari jum’at awal bulan yang lalu. Aku sedang memilih case hp. Karena pilihan warnanya terbatas, maka pilihanku jatuh pada warna abu-abu. Dia tampaknya kurang suka, jadi aku beralih ke biru dongker dan hitam pekat. Karena aku tak kunjung memilih warna yang menyala, akhirnya dia berkata setengah berteriak, “suram amat hidupmu!” saat itu aku hanya nyengir sambil mengambil wana biru. Warna yang telah dia prediksi. (karena dalam semua hal, aku selalu memilih warna biru). Akhirnya pilihanku itu hanya membuatnya berkomentar, “yah..biru lagi, biru lagi…” (tepok jidat! Heheh)

Selanjutnya kami memilih jam tangan, karena dia pasti memilih wana biru, aku ingin coba sensasi yang lain. Kupilih warna  merah. Mungkin dalam hati dia akan bicara, “hmm..suatu kemajuan” (Hahah..aku sukses tak memilih warna hitam!). Jadilah, jam tanganku warna merah, dia biru. Selanjutnya, sore itu kami pulang berboncengan revo nya yang masih saja kinclong meski usianya tak lagi muda. Hehehe…
***

Setibanya di rumah, aku jadi mikir, dia juga dulu sama sepertiku, penyuka warna kalem. Warna cerah ceria kami hanya biru. Kami sinis pada semua hal. Semua dikomentari. Seakan dunia ini salah semua. (Hahah..kakarek jadi mahasiswa) sampai akhirnya kami..(mungkin tepatnya aku) menyadari bahwa kami memandang dunia bukan dari gelas kaca. Tapi kami ada di dalamnya. Menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri. Dan aku, tidak merasa menjadi bagian dari kehidupanku saat itu. Gangguan karena pemikiran yang demikian itu, membuatku tak lagi nyaman kuliah. Saat itu aku merasa seperti seekor anak penyu yang dilepas ke lautan dan begitu kaget melihat samudera dan seisinya. Sampai akhirnya, jalanku dan jalannya berbeda. Aku memutuskan berhenti kuliah. Ganti haluan. Mengikuti kata hati. Meski tak tahu itu benar atau salah. Toh saat itu aku berpikir, bahwa jalan apapun yang kutempuh, kedua-duanya sama-sama menyimpan cerita untukku. Hidup itu selalu bercerita. Selalu memiliki kisah. Aku, saat itu..hanya ingin menjalani kisahku sendiri. Menjelang penulisan KTI..aku mundur…cita-citaku hanya satu, ingin menyusun skripsi dengan tema pendidikan. Dan itu tak mungkin kulakukan di program study keperawatan. Dan meski ditentang semua orang, akhirnya aku memutuskan untuk terus jalan. (saat itu aku mengalami masa-masa sulit dengan kerja di pabrik segala..hehe).

Semua hal kulalui. Dan saat itu, aku benar-benar merasakan cinta yang sebenar-benarnya. Betul kata orang, bahwa cinta anak sepenggalah, cinta orang tua sepanjang jalan. Semarah apapun mereka padaku, setidaksetuju apapun mereka pada pilihan hidupku..mereka tetap tak membiarkan aku jadi buruh pabrik selamanya! Mereka mengijinkan aku ganti jurusan kuliah. Dan mungkin, di situlah jalan Tuhan bekerja..akhirnya aku bisa mengajar sambil kuliah. Bisa dengan leluasa menyusun PTK…
***
Belasan tahun berlalu, dan kisah hidup setiap orang terus berjalan. Aku selalu menganggap hidupku ibarat halaman demi halaman buku misteri. Aku tidak akan mengintip halaman terakhir hanya untuk mengetahui siapa penjahatnya. Asyiknya buku misteri itu justru karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di halaman berikutnya. Bila ingin tahu rasanya, cobalah sekali-kali baca buku misteri..atau paling tidak, jangan lewatkan komik Conan atau cerita nya Sherlock Holmes! :)

Ketika itu pun saat-saat sulit buatku. Aku ingat hari-hariku menjelang keputusan yang berat itu juga terasa amat berat. Tapi toh akhirnya aku bisa melaluinya. Bersedih ataupun tidak, semuanya akan tetap berlalu. Kenapa aku tidak melaluinya dengan bergembira saja? kurasa itu yang ingin dikatakan kawanku tadi. Kenapa harus memilih warna suram bila ada ribuan warna ceria di sekeliling kita??


Kembali ke kawanku, dia orangnya ceria…semua hal dianggap enteng. Seperti ketika panjang lebar aku menceritakan sesuatu, dia hanya akan bilang, “siklus hidup Mil..” (hahah..) dan bisa kubayangkan  dia berkata seperti itu sambil kembali melahap makanannya tanpa terganggu dengan omonganku.
***


Sudut Jendela
Ramadhan, 2015
00:07


Kamis, 09 Juli 2015

Malam Dalam Do'a

Tuhan..
Beri aku sepasang kaki yang bisa membawaku kemana saja, asal tidak jauh dariMu.
Tuhan..
Beri aku seruang hati yang bisa ditinggalkan siapa saja, asal tidak olehMu.
Tuhan..
Beri aku rumah terbuat dari apa saja, asal di dalamnya aku ada denganMu
Tuhan..
Jangan beri aku sayap, supaya aku tak terbang meninggalkanMu.
Tuhan..
Hanya beri aku cinta, supaya aku tahu betapa hangat dunia ketika Kau menyentuh hatiku...



Sudut Jendela


18 Januari 2015

Setelah dua minggu di rumah saja

Setelah dua Minggu di rumah saja. Beberapa hari ini hujan mengguyur tak kenal ampun. Tak ada yang tahu akan seperti apa hidup ini.