Selasa, 23 Juni 2015

The Gift of Magi (O Henry)



Hadiah dari Sang Magi*

Satu dolar delapan puluh tujuh sen. Hanya itu. Dan enam puluh sen diantaranya berupa recehan. Recehan-recehan itu dia kumpulan sedikit demi sedikit dari hasil menawar mati-matian pada tukang daging, tukang sayur, serta toko kelontong tempatnya berbelanja. Sampai-sampai membuat pipinya memerah karena malu menawar dengan harga yang sangat rendah. Sampai tiga kali Della menghitung. Tetap satu dolar delapan puluh tujuh sen. Dan besok adalah hari natal.

Tak ada hal yang bisa dilakukannya selain menghempaskan diri ke sofa yang telah lusuh dan menangis sejadi-jadinya. Apa yang ada dipikiran Della hanyalah kehidupan yang menurutnya hanya melulu berputar pada tangis dan tawa. Terutama untuk kehidupannya, Della merasa lebih banyak diwarnai oleh tangis kepedihan.
Sementara sang nyonya rumah perlahan mengatasi tangisnya, mari kita lihatlah tempat tinggalnya. Yang dinamai tempat tinggal  itu hanyalah sebuah kamar sewa seharga 8$ per minggu. Meskipun tak bisa dikatakan kediaman itu lebih mirip tempat tinggal seorang pengemis, tapi melihat kondisinya, sepertinya tak salah juga kalau ada yang mengatakannya demikian.

Di bagian depan kamar sewa itu terdapat sebuah kotak surat yang lebih sering tak terpakai, serta sebuah tombol listrik yang bisa dijangkau dengan jari untuk membunyikan bel. Dan di bagian  atas kotak surat tersebut terdapat kartu yang bertuliskan “Mr. James Dillingham Young.”
Nama “Dillingham” sebetulnya cukup membanggakan untuk digunakan ketika penghasilan penghuni kamar sewa itu 30 $ per minggu. Tapi sekarang, ketika pendapatan itu menyusut menjadi 20 $ per minggu, huruf-huruf yang menyusun kata “Dillingham” itu terlihat samar, dan semakin kesini semakin buram. Sempat terpikir oleh mereka untuk menyingkatnya saja menjadi “D”. Tapi kapan pun, setiap kali Tuan James Dillingham Young itu tiba di kamar sewa nya yang terletak di bagian atas, maka dia akan disambut dengan pelukan hangat dari istrinya Nyonya James Dillingham Young dan hanya akan dipanggil “Jim” oleh istrinya itu. Sedangkan Nyonya James Dillingham Young sendiri lebih dikenal dengan nama Della. Dan sejauh ini, hubungan mereka berdua sebagai suami istri, terbilang baik.

Della menyudahi tangisnya dan menyeka air matanya dengan kain yang telah lusuh. Dia berdiri di samping jendela dan melihat nanar ke balik kaca jendela pada seekor kucing abu-abu yang sedang berjalan di atas pagar abu-abu, pada halaman yang juga nampak abu-abu. Besok adalah hari natal, dan dia hanya memiliki satu dolar delapan puluh tujuh sen untuk membeli hadiah natal untuk Jim. Dia telah menabung setiap sen yang dia bisa selama berbulan-bulan untuk mendapatkan uang dengan jumlah itu. 20 $ seminggu tidaklah cukup untuk keperluan mereka sehari-hari. Biaya yang dikeluarkan selalu lebih mahal dari apa yang diperhitungkan. Selalu seperti itu. Hanya 1.87 $ yang dia punya untuk membeli hadiah natal Jim. Jim yang begitu disayanginya. Berjam-jam yang lalu dia habiskan hanya untuk berangan-angan ingin memberikan sesuatu yang bernilai untuk Jim. Sesuatu yang bagus, langka, dan berkilau. Sesuatu yang pantas dimiliki oleh Jim.
Terdapat kaca-kaca pembatas di antara jendela-jendela di ruangan itu. Mungkin anda pernah melihat kaca-kaca seperti itu seharga 8 $. Orang yang bertubuh kecil dan lincah mungkin bisa melihat bayangannya dengan cepat pada strip-strip kaca yang memanjang, dan mendapatkan pantulan yang cukup akurat dari penampilannya. Dalam pantulan kaca-kaca itu, Della menjadi lebih tinggi dan tampak cantik.
Tiba-tiba, dia berbalik dari jendela dan berdiri di depan kaca. Matanya tampak berbinar, tapi wajahnya mendadak memucat selama beberapa detik. Dengan cepat dia menarik ikatan rambutnya dan membiarkan rambut indahnya yang panjang itu tergerai. 

Saat ini, hanya ada dua hal yang menjadi kebanggaan pasangan James Dillingham Young. Yang pertama adalah arloji emas milik Jim yang dia dapatkan turun temurun dari ayahnya, dan ayahnya dari kakeknya. Dan yang satu lagi adalah rambut Della. Jika Ratu Sheba**  tinggal di seberang kamar sewanya, Della akan membiarkan rambutnya tergerai indah di jendela setiap waktu hanya untuk menyaingi perhiasan dan kekayaan Ratu Sheba. Dan bila Raja Solomon menjadi penjaga gedung dengan semua harta bendanya tersimpan di ruang bawah tanah, Jim akan sesering mungkin mengeluarkan jam tangan emasnya dan membuat Raja Solomon terus mengelus janggutnya karena iri.

Dan sekarang, rambut indah Della tergerai bergelombang serta berkilau seperti  aliran air terjun berwarna coklat. Panjangnya hampir mencapai lutut dan terlihat seperti kain yang menutupi kepalanya. Kemudian dia menggulung dan mengikatnya kembali dengan cepat. Setelah itu, dia berdiri beberapa saat sampai beberapa tetes air matanya terjatuh pada karpet merah lusuh di bawah telapak kakinya. 

Bergegas Della meraih jaket serta topi coklat usangnya. Dengan putaran roknya serta masih dengan binar di matanya, dia tergesa keluar dari pintu dan menuruni tangga menuju ke jalan.
Langkahnya terhenti ketika membaca sebuah papan nama bertuliskan : “Madame Sofronie. Menangani segala jenis rambut.” Della berlari ke atas tangga toko. Mengumpulkan keberanian yang tersisa dalam dirinya sambil mengatur nafasnya yang tersengal. Seorang wanita bertubuh besar, berkulit putih, berwajah dingin dan keras menatapnya.
“Maukah anda membeli rambut saya?” tanya Della.
“Aku memang membeli rambut.” Jawab wanita itu. “Tanggalkan topimu dan mari kita lihat berapa harga yang pantas untuk rambutmu.”
Dan tergerailah rambut yang bak air terjun coklat itu.
“Dua puluh dolar.” Kata wanita sambil menimang-nimang rambut Della dengan tangannya.
“Berikan uang itu kepadaku segera!” Kata Della. 

Dan oh..untuk selanjutnya, serasa terbang dengan sayap, Della menghabiskan dua jam untuk berkeliling kota. Sejenak melupakan perubahan besar pada rambutnya. Dia menyusuri setiap inci kota untuk mencari hadiah yang sesuai untuk Jim.

Akhirnya Della menemukannya juga. Benda ini pasti sebelumnya telah dibuat khusus untuk Jim. Bukan untuk orang lain. Tidak ada benda yang sama di toko yang lain. Dia telah keluar masuk toko-toko untuk menemukan benda ini. Sebuah rantai jam yang terbuat dari platinum dengan desain sederhana tapi elegan. Benar-benar tampak seperti barang berharga dan bernilai tinggi, bukan hanya dilihat dari ornament yang tampak dari luarnya saja. ini benar-benar barang yang sangat bagus dan berharga. Dan yang paling utama, rantai itu sepadan dan serasi dengan jam saku nya Jim. Dari pertama kali melihatnya, Della  telah yakin bahwa benda itu memang diperuntukkan buat Jim. Bahkan, modelnya mewakili pribadi Jim. Tenang dan bernilai. Della menghabiskan 21 $ untuk mendapatkannya, dan dia bergegas menuju rumah dengan 78 sen di tangan. Dengan rantai baru yang akan terpasang di jam sakunya, kini Jim tidak perlu gusar lagi mencemaskan pantas tidaknya jam nya untuk digunakan dimanapun. Tentu akan sangat menyenangkan untuk Jim apabila bisa menggunakan jam itu dimanapun dan kapanpun tanpa harus merasa malu untuk mengeluarkannya karena tali nya yang telah usang. 

Setibanya Della di rumah, kesenangan yang meliputinya memberinya sedikit kemampuan untuk berpikir bijaksana. Diambilnya alat pengeriting rambut , menyalakannya, dan diperbakinya apa yang nampak kurang pantas dari rambutnya. Ditatanya rambutnya dengan riang. Sungguh, ini bukanlah pekerjaan yang mudah.
Dalam empat puluh menit, kepalanya telah ditutupi oleh gulungan-gulungan rambut kecil yang membuatnya terlihat lebih menakjubkan. Dia melihat bayangan dirinya pada sebuah cermin yang panjang dengan teliti dan hati-hati. 

“Jika Jim tak membunuhku…” dia berkata pada dirinya sendiri. “sebelum dia melihatku lebih lama, dia pasti akan bilang kalau aku terlihat seperti gadis nakal dari Coney Island***. Tapi apa yang bisa kulakukan? Oh..! apa yang bisa kulakukan dengan satu dolar delapan puluh tujuh sen?”

Tepat pukul tujuh, kopi telah tersaji dan peggorengan telah dia letakkan di atas kompor, siap digunakan untuk memasak potongan daging. 

Jim tidak pernah telat. Della menimang-nimang rantai jam saku yang berada di telapak tangannya sambil duduk di sudut meja tak jauh dari pintu yang selalu dilalui oleh Jim setiap kali memasuki rumah. Tak lama kemudian, dia mendengar suara langkah kaki menuju ke atas . Untuk beberapa saat, wajah Della berubah pucat. Della memiliki kebiasaan berdoa untuk setiap hal kecil dalam kehidupannya, dan kali ini pun dia berbisik lirih, “Tuhan, tolong buat dia berpikir aku masih cantik.”

Pintu terbuka, Jim melangkah masuk dan menutup pintu kembali. Dia terlihat begitu kurus dengan wajah yang serius. Kasihan sekali, usianya baru dua puluh dua, dan dia sudah dibebani oleh sebuah keluarga! Dia membutuhkan sebuah mantel baru. Dan bahkan, sekarang pun dia tak bersarung tangan.
Jim menghentikan langkahnya di balik pintu, berdiri mematung. Tatapannya terpaku pada Della. Della tidak bisa membaca ekspresi mata Jim, dan itu membuatnya ketakutan. Itu bukan ekspresi kemarahan, keterkejutan, ketakutan, kekhawatiran,  ketidaksetujuan, atau pun ekspresi-ekspresi lain yang sebelumnya telah diantisipasi oleh Della. Jim hanya menatapnya lekat-lekat dengan ekspresi anehnya itu. 

Della beranjak dari meja dan menghampiri Jim.
“Jim, Sayang” isaknya. “Jangan melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku telah memotong rambutku dan kemudian menjualnya karena aku tak sanggup bila harus melewati natal tanpa memberimu sebuah hadiah. Rambutku ini akan tumbuh kembali kok. Kau tidak keberatan kan? Aku..aku hanya merasa harus melakukan ini. Rambutku bahkan tumbuh sangat cepat. Ayolah Jim…ucapkan “selamat natal” dan mari bergembira. Kau tidak tahu betapa menyenangkannya bisa mendapatkan sebuah hadiah yang bagus untukmu.
“Kau memotong rambutmu?” tanya Jim dengan susah payah. Seolah-olah dia belum memercayai apa yang terjadi.
“Aku memotong dan menjualnya,” Jawab Della. “Apakah kamu tak lagi menyukaiku seperti sebelumnya? Aku masih tetap diriku walau tanpa rambutku yang dulu kan?”
Jim melihat ke sekeliling dengan penasaran.
“Kau bilang rambutmu sudah tidak ada?” katanya dengan raut muka seperti orang bodoh.
“Kamu tidak usah mencarinya,” kata Della. “Aku sudah menjualnya. Aku katakan sekali lagi padamu, telah terjual dan tidak ada lagi. Hei, ini malam natal. Bergembiralah untukku..! Aku menjualnya karena ingin membahagiakanmu. Mungkin rambutku bisa dibeli dan dipotong, tapi tak ada yang bisa membeli dan memotong cintaku padamu. Bolehkah aku mengambilkan makan malam untukmu Jim?”
Seolah baru tersadarkan, Jim merengkuh Della ke dalam pelukannya. Untuk sejenak, marilah kita renungkan apa yang terjadi. Delapan dolar seminggu atau sejuta dolar setahun, apa bedanya?seorang ahli matematika atau seorang yang cerdas akan memberimu jawaban yang salah. Sang Magi membawa hadiah-hadiah yang sangat bernilai, tapi uang bukan salah satunya. Penjelasan selanjutnya untuk  hal seperti  ini akan diketahui nanti.

Jim mengeluarkan sebuah bungkusan dari balik saku mantelnya dan meletakkannya di atas meja.
“Jangan salah sangka Dell,” katanya. “Tidak ada jenis potongan rambut atau pun jenis shampoo apapun yang bisa merampas cintaku darimu. Tapi kalau kau membuka hadiah dariku itu, kau akan paham kenapa untuk sesaat tadi aku tampak kebingungan.“

Jemari Della yang halus dan putih itu kemudian mengoyak bungkusan yang tergeletak di atas meja. Tak lama kemudian, terdengar pekikan kegembiraan yang segera disusul dengan air mata dan tangis penuh keharuan. Begitu dalamnya ekspresi keharuan Della, sehingga mungkin diperlukan seluruh penghuni gedung untuk menenangkannya. 

Di balik bungkusan itu, tergeletak beberapa sisir. Tepatnya, satu set lengkap sisir untuk penataan rambut yang selama ini begitu dikagumi Della setiap kali mereka berjalan-jalan di sepanjang etalase Broadway. Sisir yang cantik, terbuat dari tempurung penyu, dihiasi dengan taburan permata. Sisir yang sempurna untuk dikenakan pada untaian rambut indah yang kini telah sirna. Della tahu, itu sisir-sisir mahal. Telah sekian lama Della mendambakan sisir-sisir itu menjadi miliknya. Dan kini, impiannya telah terwujud. Sisir-sisir itu benar-benar telah menjadi miliknya. Mesikpun, untaian rambut yang seharusnya dihiasi oleh sisir-sisir itu telah tiada.

Della mendekap sisir-sisir itu di dadanya. Kegembiraan tak bisa dihilangkan dari wajahnya. Dan dengan tatapan mata yang redup sambil tersenyum Della berkata, “rambutku akan tumbuh dengan cepat, Jim!”
Kemudian Della bangkit dari kursi dengan lincahnya seperti seekor kucing dan berseru, “Oh..Oh..! kau harus melihat hadiahku,” serunya. Dan dengan telapak tangannya, Della menyerahkan hadiahnya kepada Jim. Sorot ceria dari matanya menghantarkan kilatan-kilatan indah pada permukaan rantai yang terbuat dari platinum tersebut.
“Bukankah itu sangat bagus, Jim? Aku sudah mencari benda ini kemana-mana. Aku sudah berkeliling kota untuk mencarinya. Sekarang kau bisa melihat jam sakumu ratusan kali dalam sehari tanpa harus merasa malu karena rantainya telah usang. Coba kulihat, aku ingin melihatnya terpasang di jam mu.
Alih-alih mematuhi, Jim malah duduk di atas sofa dan meletakkan kedua tangannya di belakang kepala seraya tersenyum.
“Dell,” katanya , “mari kita singkirkan dulu hadiah-hadiah natal ini untuk sementara. Kurasa kita harus menyimpannya untuk sementara waktu. Benda-benda itu terlalu bagus untuk kita kenakan saat ini. Aku menjual jam ku untuk membeli sisir-sisir itu Dell. Dan sekarang, sebaiknya kita mengambil potongan daging kita dan mari kita makan malam.”
***
Sang Magi, atau tiga raja, seperti kita semua ketahui, adalah orang-orang bijak-orang yang luar biasa bijaksana-yang membawakan hadiah untuk bayi yang lahir di dalam kandang domba. (orang-orang yang membawakan hadiah pada kelahiran kristus). Merekalah yang megawali dan memberikan seni pada kebiasaan memberi hadiah natal. Tak diragukan lagi, mereka orang-orang yang bijak, maka hadiah yang mereka berikan pun adalah pasti sesuatu yang sangat bernilai. Dan disini, telah kita lihat bagaimana  sepasang anak muda yang polos di sebuah flat yang sederhana, rela berkorban satu sama lain. Dan ketahuilah, pasangan itu adalah orang-orang yang paling bijak dalam memberi. Dan pantaslah kalau kita mengatakan bahwa dari semua orang yang memberikan hadiah, mereka berdualah yang paling bijaksana. Dan dari semua yang memberi dan menerima hadiah,  orang-orang seperti merekalah yang paling bijaksana. Dan dimanapun, selalu orang-orang seperti merekalah yang paling bijaksana. Mereka layak disebut sebagai Sang Magi. 
 ***

Ket :
Magi (*) = merupakan kisah yang tidak asing lagi bagi kaum kristiani. Sang Magi ini merupakan perwujudan tiga orang bijak yang datang membawa hadiah pada saat kelahiran Yesus. Cerita yang menjadi asal mula tradisi saling memberi hadiah pada hari natal.
Ratu Sheeba (**) = Seorang ratu yang dikisahkan dalam alkitab perjanjian lama yang mengunjungi raja Solomon dan membawa tiga hadiah untuk persembahan.
Coney Island (***) = sangat popular di AS pada akhir abad ke-19 sebagai tempat prostitusi, dan gadis-gadis yang berpakaian seksi menari di bar-bar untuk menghibur para pengunjung.


Maret, 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah dua minggu di rumah saja

Setelah dua Minggu di rumah saja. Beberapa hari ini hujan mengguyur tak kenal ampun. Tak ada yang tahu akan seperti apa hidup ini.