“Tutup matamu kalau kau tak melihat tujuanmu,
Saat kau buka mata, Tuhan ada di
dekatmu…”
***
Itu bukan puisi, bukan pula quotes dari seseorang. Hanya
sepotong lirik lagu India dari film yang kutonton dini hari tadi. AnjanaAnjani. Kalau dialihbahasakan,
kira-kira artinya orang asing, atau stranger semacam itulah, kayaknya, tak tahu
juga. Siapa pula pemainnya aku pun tidak tahu. Maklum, aku angkatan jadul. Tahu nya cuma Amitabachan sama Sahrukhan saja. Aku tertarik menontonnya sampai usai karena awal
ceritanya sangat menarik. Ada seorang pria yang hendak bunuh diri dengan cara melompat
dari jembatan New York, bertemu dengan seorang gadis yang sama-sama ingin bunuh diri juga di
jembatan itu. Ketika mereka akan sama-sama melompat, seorang polisi yang sedang
patroli memergoki mereka. Akhirnya mereka turun, dan berjalan ke arah
tujuan masing-masing. Tapi karena pikiran mereka sudah tertuju pada kematian, maka jalanan
tak lagi diperhatikan. Gadis itu jatuh dari pembatas jembatan, dan pria itu
tertabrak mobil yang melintas. Mereka masuk rumah sakit, tapi tak meninggal.
Setelah sadar dari pingsan, baik si pria maupun si wanita, sama-sama kabur dari
rumah sakit. Setelah itu keadaan selalu mempertemukan mereka. Akhirnya mereka
sepakat untuk melakukan bunuh diri bersama. Bermacam cara mereka lakukan. Mulai
dari berusaha mencekik diri sendiri dengan gulungan plastik, sampai ke niat
membakar diri mereka sendiri dengan gas yang ada di dapur. Tapi semuanya gagal.
Akhirnya mereka berpikir, mungkin maut enggan menjemput mereka karena mereka
masih punya keterkaitan dengan orang yang masih hidup. Si Pria, yang bernama
Akash, ingat bahwa dia harus ke bank pada tanggal 30 Desember untuk membereskan
hutangnya dan memperbaiki hubungannya yang buruk dengan teman-teman bisnisnya. Si
wanita, Kiara, harus menyelesaikan dulu urusannya dengan kekasihnya. Akhirnya
mereka berdua memutuskan akan melakukan bunuh diri bersama lagi pada tanggal 31
Desember di jembatan New York pada pukul 12 malam. Dan karena masih ada 20 hari
lagi menuju hari itu, mereka memutuskan untuk melakukan semua hal yang belum terwujud
dalam hdiup mereka sebelum mati. Akhirnya, dimulailah petualangan baru mereka.
Dalam petualangan itu, Kiara, satu kali pernah mencoba bunuh diri di kamar
mandi dengan menenggak cairan pembersih. Perpisahan dengan kekasih yang begitu
dia cintai membuatnya tak ingin lagi hidup. Cerita berlanjut..sampai keduanya
kemuadian diam-diam tanpa saling menyadari, saling menyintai. Di penghujung
hari menjelang tanggal 31, mereka membuat satu keputusan baru. Mereka akan
melanjutkan hidup. Akash akan bertanggungjawab pada seluruh kesalahannya, dan
Kiara akan kembali ke rumah orang tuanya dan menemui kekasihnya untuk memperbaiki
hubungan mereka. Akhirnya, Akash mengantar Kiara, dan Kiara pun bertemu
kekasihnya kembali. Tapi rupanya cerita bergulir dengan arah yang berbeda.
Kiara menemukan bahwa perasaannya telah berubah. Cinta itu bukan lagi untuk kekasih yang
ditangisinya siang dan malam, tapi untuk Akash, pria yang dikenalnya selama 20
hari. Dan ending cerita ini, tentu sudah bisa ditebak. Tapi bukan itu yang
menarik perhatianku. Bukan. Bukan kisah cintanya yang menarik. Walaupun memang
ini film komedi romantis, dan tentu kesan dan pesan romantis pula yang ingin
disampaikannya. Tapi ada pesan tersembunyi lain yang diam-diam kunikmati.
Sebuah pesan manis tentang menghargai hidup.
Film ini memberitahuku bagaimana cara manusia bertahan hidup
dari suatu ancaman. Ketika makanan, pakaian, dan uang tak jadi persoalan,
ternyata ada hal lain yang lebih mengancam. Manusia selalu memiliki persoalan
lain berkenaan dengan perasaan. Betapa makanan tidak lebih penting dari sebuah
perasaan “berharga”. Ketika semua kebutuhan fisik melimpah, ternyata ada satu
hal yang lebih mengancam jiwa. Kelaparan jiwa. Seperti yang aku ingat dari
sepengal percakapan di film Ghost Rider, “He may take my soul, but he
can’t take my spirit.” Dia boleh
saja mengambil jiwaku, tapi tak ada yang dapat mengambil semangatku. Soul
without spirit, sama saja kematian yang mengenaskan. Sama mengerikannya dengan
jasad tak bernyawa, bahkan mungkin lebih mengerikan.
Dan kelanjutan lirik lagu tersebut adalah….
” kalau kau punya keberanian, maka itulah jalan untuk merubah nasibmu.
Kau tidak sadar kalau Tuhan ada di dekatmu.”
Mungkin kadang..menemukan Tuhan itu harus melalui jalan yang
tidak ingin kita lalui.
***
Adegan-adegan dan percakapan dalam film ini memang membuatku tertawa. Juga akhir yang happy ending memberikan perasaan lega. Tapi ada
yang lain. Film ini membuatku bertanya pada diri sendiri, “Layakkah aku
bersedih?” Tidak! Tentu saja tidak. Bunuh diri dalam artian apapun, baik
kehilangan nyawa atau kehilangan spirit, tetap sama-sama bukan hal yang harus
dipilih. Kita hidup untuk hari ini, bukan esok atau kemarin. Kenapa tidak
membiarkan saja kebahagiaan melangkahkan kaki-kaki kecilnya menuju kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar